Badan Pemeriksa Keuangan (disingkat BPK) adalah lembaga tinggi negara dalam sistem ketatanegaraan Indonesia yang memiliki wewenang memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara. Menurut UUD 1945, BPK merupakan lembaga yang bebas dan mandiri. Anggota BPK dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Daerah, dan diresmikan oleh Presiden. Hasil pemeriksaan keuangan negara diserahkan kepada DPR, DPD, dan DPRD (sesuai dengan kewenangannya).
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dibentuk hanya untuk satu tugas memeriksa pengelolaan dan tanggungjawab keuangan negara dan menyerahkan hasilnya kepada lembaga perwakilan untuk mendorong transparansi dan akuntabilitas penyelenggaraan negara sebagai pilar utama demokratisasi ekonomi dan politik yang sesungguhnya.
Satu-satunya tugas konstitusional dari BPK adalah untuk melakukan pemeriksaan keuangan Negara. Berdasarkan hasil pemeriksaan itu, BPK memberikan opini pemeriksaan serta saran dan rekomendasi kepada pemerintah dan DPR untuk membangun dan menyempurnakan sistem keuangan Negara. Setelah menyerahkannya ke DPR, sebagai pemegang hak budjet, BPK wajib mengumumkan hasil pemeriksaannya secara luas kepada masyarakat. BPK wajib untuk segera melaporkan hasil pemeriksaan yang diduga mengandung aspek criminal kepada penegak hukum untuk disidik.
Salah satu langkah nyata BPK adalah dengan menyediakan ruang publik interaktif untuk mengenalkan kiprah dan upaya BPK dalam melaksanakan amanat konstitusi. Melalui website beralamat www. bpk.go.id ini publik dapat dengan mudah memperoleh informasi dan menilai hasil kerja BPK sceara langsung, bahkan memonitor tindak lanjut hasil-hasil pemeriksaan BPK. Dalam situs ini, publik dapat mengakses produk-produk hukum, kajian, siaran pers, serta publikasi BPK lain yang terkait dengan perbaikan pengelolaan dan tanggung-jawab keuangan negara.
Transparansi dan akuntabilitas adalah dua kala kunci yang tak dapat ditawar. BPK telah memulainya. Mudah-mudahan lembaga pemerintahan dan lembaga negara yang lain menjalankan hal serupa.
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menilai sulitnya mewujudkan transparansi dan akuntanbilitas keuangan negara karena terkendala masalah kesiapan dan kapasitas sumber daya manusia (SDM) Lambannya upaya pembangunan sistem keuangan yang transparan dan akuntabel disebabkan minimnya upaya terpadu dari pemerintah, terutama terkait peningkatan kualitas dan kuantitas SDM.
Sedikitnya ada lima faktor yang diduga sebagai penyebab lemahnya SDM untuk mewujudkan transparansi dan akuntabilitas. Pertama, program pendidikan akuntansi, kurikulum dan pengajarnya yang hanya diarahkan untuk mendidik tenaga pembukuan dan auditor atas barang serta jasa privat.
Kedua, keterbatasan jumlah SDM yang mumpuni di tingkat pemerintah pusat dan Pemda. Jumlah SDM sangat terbatas yang memiliki latar belakang pendidikan, pengetahuan, dan keahlian di bidang akuntansi dan pelaporan keuangan pemerintah. Ketiga, kendala rekrutmen SDM yang berkualitas di banyak kementerian dan lembaga. Keempat, pelatihan untuk peningkatan kapasitas SDM yang ada tidak dirancang dan dilaksanakan dengan program yang jelas dan terjadwal. Kelima, karir SDM pada bagian akuntansi dan pelaporan keuangan pada umumnya kurang berkembang. Untuk mengatasi kelangkaan tenaga-tenaga akuntan, Anwar menyarankan agar tenaga-tenaga BPKP disebarluaskan ke pemerintah daerah guna membangun sistem akuntansi pada instansi-instansi yang dibantu.
BPK RI disarankan agar tenaga-tenaga BPKP disebarluaskan ke Departemen Teknis dan Pemda untuk mengatasi kelangkaaan tenaga-tenaga akuntan. Tenaga-tenaga ini diharapkan mampu membangun sistem akuntansi pada instansi yang bersangkutan. Pemanfaatan tenaga-tenaga akuntan BPKP di berbagai instansi penegak hukum dewasa ini, seperti Kejaksaan dan Kepolisian, baru terbatas pada perhitungan kerugian negara dan belum membangun sistem akuntansi instansi tersebut.
BPK RI melakukan satu inisiatif untuk meningkatkan transparansi dan akuntabilitas keuangan Negara yaitu dengan diadakannya seminar nasional bertema “Inisiatif BPK RI dalam Peningkatan Transparansi dan Akuntabilitas Keuangan Negara Melalui Pengembangan Kapasitas Sumber Daya Manusia Pemerintah Pusat dan Daerah.” Seminar yang dilaksanakan di Ruang Auditorium Gedung Umar Wirahadikusumah BPK RI Jakarta ini menghadirkan Ketua BPK RI, Prof. Dr. Anwar Nasution sebagai pembicara utama (keynote speaker) serta diskusi panel dengan pembicara Menteri Keuangan RI, Dr. Sri Mulyani Indrawati dan Menteri Pertahanan, Prof. Dr. Juwono Sudarsono. Fokus utama yang dibahas dalam seminar ini adalah kesiapan dan kapasitas sumber daya manusia (SDM) di lembaga pemerintah. Untuk itu perlu disusun rencana (grand design) peningkatan kapasitas SDM pemerintah pusat dan daerah dalam rangka peningkatan transparansi dan akuntabilitas keuangan negara. Hal di atas dapat ditempuh melalui program rekrutmen pegawai baru di bidang akuntansi sektor publik, peningkatan kualitas SDM yang ada, serta realokasi SDM yang memenuhi kualifikasi dari instansi yang kelebihan kepada instansi yang membutuhkan.
Pengelolaan keuangan negara secara transparan dan akuntabel merupakan salah satu upaya yang dilakukan dalam mewujudkan good governance dan clean government sebagai salah satu amanah reformasi. Dengan diluncurkannya paket Undang-Undang (UU)
Upaya untuk meningkatkan transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan Negara, telah dilakukan pemerintah sejak lama. Selain penyempurnaan sistem akuntansi dan pelaporan keuangan, pemerintah juga telah berhasil menyusun Laporan Keuangan Bendahara Umum Negara (LK-BUN) sejak 2008 lalu. Laporan ini menjadi penting sebagai pembanding antara buku kas menteri keuangan sebagai BUN, dengan buku kas pengguna anggaran pada Kementerian Negara/Lembaga. Dan hingga saat ini, selisih pencatatan diantara keduanya semakinkecil.
Upaya lainnya, pemerintah berupaya melakukan penyempurnaan sistem penerimaan Negara. Selain itu, pemerintah juga bergiat melakukan penertiban terhadap 'rekening liar' termasuk penertiban asset (Barang Milik Negara) ataupun peningkatan kompetensi K/L dalam penyusunan LK. Upaya-upaya tersebut dilakukan sebagai wujud nyata dari komitmen pemerintah dalam memberikan pelayanan yang terbaik kepada masyarakat. "Dan kini, upaya tersebut sedikit menampakkan hasil. Diantarnya berupa peningkatan jumlah K/L yang memperoleh opini unqualified atau Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) terhadap pengelolaan keuangan yang dilakukannya. Jika pada tahun 2006 K/L yang memperoleh WTP berjumlah 7 K/L, maka pada 2008 meningkat hingga 35 K/L," rinci ibu dua anak ini. Namun, beliau juga menyadari bahwa di tingkat pemerintah daerah, LKPD yang mendapatkan disclaimer terjadi peningkatan. Pemerintah sadar bahwa LKPP maupun LKPD belum seluruhnya sempurna. Meskipun ada perbaikan signifikan, namun hal tersebut dimata masyarakat belum begitu memuaskan. Masih perlu kerja keras dan sinergi semua pihak.
Harus diakui, upaya yang dilakukan pemerintah untuk menciptakan LK yang transparan dan akuntabel telah menuju arah yang benar. Beberapa indikasi yang dapat dilihat adalah semakin menurunnya temuan BPK terhadap LKPP pemerintah dari 57 temuan di 2004 menjadi 26 temuan pada 2008. Selain itu, pemerintah juga berhasil meningkatkan jumlah kekayaan bersih (asset minus kewajiban) pemerintah yang pada tahun 2004 minus Rp. 497,15 T menjadi positif Rp 378,01 T pada 2008. Terakhir, pengelolaan utang juga semakin baik dengan ditandai turunnya rasio utang terhadap Pendapatan Domestik Bruto (PDB) sejak tiga tahun silam.
Daftar Pustaka :
http://www.bpk.go.id/web
http://id.wikipedia.org/wiki/Badan_Pemeriksa_Keuangan